Saya Ini Jelek, Goblok, Buncit, dan Tua

 

Oh ya, tak perlu orang lain mengejek saya. Saya sudah mengejek diri sendiri. Serendah-rendahnya. Kalau anda terhubung dengan  account Facebook utama saya, mungkin pernah ingat saya malah pernah menjuluki diri sendiri “Si Setan Laknat”. Walau, karena saya menggunakan bahasa Spanyol, mungkin tak banyak yang paham atau mau repot-repot mencari terjemahannya.

Usia saya sudah hampir kepala 5. Sudah selesai dengan konsep diri saya. Tak perlu lagi pujian atau sanjungan. Apalagi sekedar membanggakan diri sebagai sukses, kaya, ganteng, hebat, punya pasangan “trophy wife”, de el el. Sudah lewat itu semua. Saat saya “dilantik” menjadi “pejalan” di usia 24 tahun, melewati itu semua adalah syarat dasar untuk “penyingkapan”. Oh ya, tidak mudah “lelaku”-nya. Makanya kalau ada yang sekarang mentertawakan atau mencibirnya, saya malah mendo’a-kannya agar merasakan yang saya pernah rasakan. Karena memang begitulah manusia, kalau belum mengalami sendiri, masih menganggap remeh.

Karena konsep diri matang itulah, saya tidak butuh lagi atribusi duniawi. Gelar akademik, gelar profesi, gelar sertifikasi, dan gelar adat tak pernah saya pakai sama sekali. Demikian pula jabatan tak perlu dipamerkan. Pekerjaan? Apa yang mau dipamerkan, lha wong saya ini sudah sukses kok. Sukses jadi pengangguran maksudnya, hehehe….

Tapi, bukan berarti saya tidak butuh penghargaan. Karena kalau begitu, justru konsep dirinya salah. Semua orang butuh penghargaan, walau tak selalu berarti materi duniawi. Bila kita tidak menghargai diri sendiri, orang lain juga tidak akan menghargai kita. Kita akan selalu diinjak-injak dan dihina. Menghinakan diri sendiri boleh. Dihina orang lain tidak boleh. Agama saya bukan agama yang mengajarkan bila rumahmu dirampok, tawarkanlah istrimu untuk diperkosa perampok sekalian. Maaf saja. Itu tolol namanya. Agama saya mengajarkan, bila dirampok, lawan! Bila mati saat melawan perampok sekalipun, dijamin masuk surga. Tidak perlu sampai “ngebom” segala. Cukup bela diri dan keluarga saja.

Kesadaran diri ini saya tularkan juga di keluarga saya, terutama kepada istri. Tidak perlu merasa diri bak pangeran dan putri raja. Buat apa? Delusif itu namanya. Hidup dalam kepalsuan.

Karena itu, jangan heran bila saya kerap menyebut diri sendiri atau istri saya dengan sebutan yang seolah menghina. Kenyataannya memang begitu kok! Buat apa ditutup-tutupi? Yang penting hidup kita bahagia dan gak nyusahin orang. Betul ‘kan?

 

 

Catatan: Foto di artikel ini bukan foto saya lho…. Hanya model. Saya mah malah lebih jelek daripada dia.
Hahaha… 😀

Kredit Ilustrasi: freepic.diller

Sumber Ilustrasi:
https://www.freepik.com/free-photo/pretty-fat-man-smiles-checking-his-smartphone-while-he-sits-sofa-eats_2446950.htm#query=fat%20boy&position=23&from_view=keyword

Tinggalkan komentar