Dua Tahun Wafatnya Sang Legenda Sepakbola Dunia

29 Juni 1986.

Masih kental teringat di benak saya, momentum yang saya tonton melalui siaran langsung TVRI kala itu. Final kejuaraan sepakbola dunia World Cup 1986. Dihelat di Estadio Azteca, Mexico City, pertandingan antara Argentina melawan Jerman Barat itu berlangsung menegangkan. Suasana stadion berkapasitas 114.600 orang yang gemuruh seakan mampu menembus hingga ke ruang sepi di rumah orangtua saya.

Saya dan ayah saya memihak tim yang sama: Argentina. Dan adalah sebuah kegembiraan tersendiri bagi kami, ketika akhirnya Argentina memenangkan pertandingan dengan skor tipis: 3-2. Dan seperti tampak dalam foto di atas, sang kapten timnas sepakbola Argentina -Diego Armando Maradona- dengan bangga mengangkat piala bergengsi itu.

Piala Dunia yang untuk ke-13 kalinya diselenggarakan itu memiliki sejumlah momentum unik dan menjadi sejarah. “Salah dua”-nya justru dari Maradona sendiri. Dalam pertandingan perempat final yang diadakan pada 22 Juni 1986 melawan Inggris, Maradona menciptakan sekaligus dua gol unik dan bersejarah. Gol pertama disebut sebagai “gol tangan Tuhan”, karena sebenarnya Maradona dalam posisi “hands ball” saat mencetak gol. Ketika ia beradu lompat dengan kiper Inggris Peter Shilton yang lebih tinggi, Maradona menggunakan tangannya. Karena wasit dan hakim garis tidak melihat, gol itu disahkan. Namun, Maradona juga yang “menebus dosa” itu empat menit kemudian. Menggiring bola dari tengah lapangan, ia melewati enam pemain Inggris sebelum kemudian menceploskan bola ke dalam gawang. Argentina menang 2-1 di pertandingan tersebut dan melaju ke semi-final.

Momentum kemenangan tersebut sayangnya tidak berulang empat tahun kemudian. Di Stadio Olimpico, Rome, pada final Piala Dunia 1990, terjadi ulangan final sebelumnya. Kembali Argentina berhadapan dengan Jerman Barat. Sayangnya, kali ini Argentina kalah kontroversial karena penalti yang diberikan wasit Edgardo Codesal dari Meksiko pada menit ke-85, hanya 5 menit sebelum waktu pertandingan normal berakhir. Dan pada 8 Juli 1990 itu, dunia menyaksikan anti-klimaks yang harus dialami Argentina. Seolah karma menimpa, Maradona pun menangis. Saya juga masih sangat ingat kejadian itu. Saya juga ingat turut sedih dan geram karena wasitlah yang sebenarnya membuat Argentina kalah.

Kemarin, tanggal 25 November, adalah peringatan dua tahun wafatnya sang legenda sepakbola dunia itu. Pria kelahiran 30 Oktober 1960 itu memang wafat pada 25 November 2020. Bahkan hingga kematiannya, sosok yang sepanjang hidupnya penuh kontroversi itu pun masih menyisakan epilog. Karena para dokter dan tim medis yang menangani tokoh yang amat dipuja di negaranya itu kini harus menghadapi tuntutan hukum.

Terlepas dari soal agama dan kepercayaan serta soal “hidup setelah mati”, saya berterima kasih pada Maradona. Karena dialah saya jadi begitu menyukai sepakbola, walau tak piawai bermain. Berkat menyaksikan permainannya di televisi jualah yang membuat masa kecil dan pra-remaja saya cukup terpercik warna biru-putih, warna nasional Argentina.

Feliz jugando al fútbol en un mundo diferente, El Pibe de Oro! 

Sumber Data:

  • en.wikipedia.org/wiki/Diego_Maradona
  • en.wikipedia.org/wiki/1986_FIFA_World_Cup
  • en.wikipedia.org/wiki/1986_FIFA_World_Cup_Final
  • en.wikipedia.org/wiki/The_hand_of_God
  • en.wikipedia.org/wiki/1990_FIFA_World_Cup
  • en.wikipedia.org/wiki/1990_FIFA_World_Cup_Final
  • economictimes.indiatimes.com/magazines/panache/on-diego-maradonas-2nd-death-anniversary-fans-pay-tribute-with-memorabilia-as-argentina-gears-up-to-face-mexico-at-fifa-wc-2022/articleshow/95758885.cms

Kredit Foto: Bob Thomas/Getty Images

Sumber Foto: bostonglobe.com/2020/11/25/sports/diego-maradona-argentine-soccer-legend-who-scored-hand-god-goal-dead-60/

Tinggalkan komentar