Sang Whistle Blower

Kemarin, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol. Bambang Hendarso Danuri memberikan penjelasan di hadapan Komisi III DPR-RI. Penjelasan ini diberikan sebagai bagian dari rapat kerja Polri dengan mitra kerjanya yaitu Komisi III yang membidangi hukum dan keamanan. Saya sempat menyaksikan beberapa saat keterangan Kapolri tersebut yang disiarkan secara langsung oleh TV One dan Metro TV.

Pertama-tama saya salut pada keterangan beliau yang tampak jelas dan tidak terpengaruh opini publik, termasuk pula intonasi suara dari anggota DPR yang terkesan menginterogasi. Saya juga salut karena jadi tahu betapa Polri berupaya keras mereformasi diri dengan kerja yang tidak sedikit. Menurut penjelasan Kapolri, pimpinan Polri termasuk dirinya hampir tidak pernah pulang lebih awal dari jam 11 malam. Wah, hebat! Dari segi SDM, beliau tentu termasuk kategori SDM Indonesia berkualitas dengan jam kerja sepanjang itu.

Kinerja polisi di level pimpinan memang patut diacungi jempol. Walau kemarin sempat pula terdengar oleh saya Kapolri seperti “curcol” saat menanggapi soal Komjen Susno Duadji. Karena saya tidak merekam, sependengaran dan seingat saya kalimatnya kira-kira berbunyi: “Bolehlah beliau disebut sebagai whistle blower…… (saya tidak yakin kalimat apa di antaranya), tapi cobalah dilihat. Itu LP (atau L/C ya? kurang jelas) ada dua kali. SPDP ada dua. Tapi kok malah ditangkap sendiri…”

Kalimat ini menurut saya agak berbau ‘bocoran informasi’, bahwa sebenarnya menurut Polri sang “whistle blower” tidaklah sebersih itu. Tapi karena merupakan bagian dari rentetan jawaban Kapolri atas pertanyaan anggota Komisi III DPR sebelumnya, tampaknya tidak ada yang ‘ngeh’. Saya sendiri jadi bingung, apakah sebenarnya maksud Kapolri dengan mengatakan hal itu, karena terkesan sambil lalu saja padahal isinya cukup penting diketahui publik.

Jangan dilupakan, di masa lalu yang belum lama ada seorang whistle blower kasus pidana korupsi bernama Khairiansyah Salman tersandung kasus pidana korupsi. Ia bahkan mendapatkan “Integrity Award” dari sebuah LSM internasional bernama Transparency International (TI) yang berpusat di Berlin-Jerman pada 11 November 2005. Itu karena tindakannya dalam terlibat dalam upaya menjebak dan menangkap basah Mulyana W. Kusumah, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat sedang berupaya menyogok dirinya sebagai auditor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Pertemuannya dengan Mulyana sudah dipantau KPK dan akibatnya Mulyana pun ditangkap. Menyusul pula kemudian sejumlah anggota KPU lain termasuk ketuanya Prof.Dr. Nazaruddin Syamsudin. Namun saat ia sudah bertugas di Badan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (BRR) Aceh-Nias, ia menjadi tersangka kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU) Departemen Agama. Penghargaan dari TI pun dikembalikannya pada 24 November 2005.

Akan halnya Susno Duadji sendiri sudah menerima “Whistle Blower Award” dari Komunitas Pengusaha Anti Suap pada 21 April 2010 lalu (baca di sini). Meski bonafiditas dan skala lembaga pemberinya berbeda, tetap saja hal itu menunjukkan adanya pengakuan publik terhadap peran dirinya. Dan itu berarti ada harapan yang disandarkan pula kepada Polri agar apa yang diungkap oleh salah satu petingginya itu mendapatkan perhatian.

Andaikata Susno pun ternyata tidak ‘bersih’, maka ia pun tidak kebal hukum. Hanya saja, tidak perlu dengan tindakan yang terkesan kasar dan panik seperti saat mencegah sang Komjen pergi ke Singapura. Kalau saat itu jajaran pimpinan Polri langsung menjelaskan bahwa pencegahan Susno bukan semata masalah pelanggaran kode etik, tapi lebih dimaksudkan mencegahnya berkoordinasi dengan Mr.X, tentu publik akan lebih memaklumi. Kemarin, alasan utama itu baru terungkap setelah dijelaskan oleh Kapolri. Dan kalau itu benar, maka justru tindakan Polri sudah tepat, hanya mungkin caranya yang kurang santun. Apalagi tertangkap kamera televisi oleh wartawan yang menyamar.

Maka, baik laporan pengaduan Susno maupun perbuatan Susno sendiri, tetap harus diselidiki tuntas. Jangan sampai karena dianggap sudah “whistle blower” lantas keterlibatannya dalam perkara pidana menjadi harus dideponir atau dikesampingkan. Bukankah hukum berlaku tanpa kecuali dan keadilan untuk semua?

4 responses to “Sang Whistle Blower

  1. Persoalan bangsa ini bukan pada “sudah benar” atau “salah”. Namun berkuasa atau tidak berkuasa. Kalau “anda” (siapapun di negara Indonesia ini” yang dapat membuktikan secara hukum (KUHP) tentang benar atau salah, maka…”anda” hebat sekali. Yang lazim adalah berkuasa atau tidak berkuasa…Temanku yang pernah tidak ada unsur kesengajaan sama sekali (karena membonsengkan teman) lalu keselakaan, masih aja dipenjara karena selalu dianggap salah secara “hukum”. itu semua karena temanku tidak punya kekuasaan. Lihat aja Perpu kok berisi “pejabat negara tidak bisa disalahkan secara hukum…dst dan aku memang belum tahu isi yang sebenarnya……

  2. Ping-balik: Kasus Whistle Blowing di Indonesia | firahdite0110·

  3. Ping-balik: Kasus Whistle Blowing di Indonesia | firahdite0110·

  4. Ping-balik: Contoh Kasus Whistle Blowing Di Indonesia | Saiful Ulum·

Tinggalkan komentar